Arsip Kategori: Bahasa

Baju Adat Suku Bugis-Makassar

Baju Ada Sulawesi Selatan

Pakaian Adat Bugis-MakassarTiap pakaian adat memiliki keunikan masing-masing dan dikenakan pada acara tertentu, bentuk dan coraknya pun berbeda, tergantung etnis, kelomok tertentu, dan wilayahnya masing-masing.Pakaian tersebut mencerminkan identitas dan kebanggan-kebanggan tersendiru bagai pemakainya. Ciri khas pakaian Adat Bugis Makassar Sulawesi Selatan adalah ketimur-timuran yang dipadukan dengan corak khas lokal masyarakat setempat. Adapun pakaian adat Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut :

  1. Baju Tutu’
    Pakaian adat laki-laki Sulawesi Selatan disebut dengan Tutu’. Pada bagian atas berupa jas hitam dibagian atas disebut dengan Jas Tutu’. Jas dipadukan dengan celana atau paroci dan kain sarung atau lipa garusuk, serta tutup kepala, berupa songkok. Jas Tutu’ berlengan panjang memiliki leher berkerah dan dipasangkan kancing yang terbuat dari emas atau perak. Sedangkan untuk kain lipa garusuk atau lipa sabbe pada umumnya menggunakan warna mencolok, dengan ciri khas merah dan hijau. Model pakaian ini merupakan kombinasi antara pakaian adat setemlat dengan nuansa Islam.Jas Tutu’ biasanya dikenakan oleh kaum pria bersama Songkok Pa’biring dan Lipa’ Sabbe. Biasanya dipakai pada saat menghadiri upacara adat istiadat Bugis Makassar dan Sebagai Identitas Etnis.
  2. Songkok Pa’biring
    Songkok, Pabiring adalah salah satu perlengkapan adat pria Sulawesi Selatan dimana biasanya dikenakan bersamaan dengan Jas Tutu’ pada saat menghadiri upacara adat Bugis Makassar dan juga sebagai Identitas Etnis. Songkok Pabiring terbuat dari Anyaman Rotan yang dab Benang Sutra Berwarna Emas.
  3. Lipa Sabbe / Sarung
    Lipa Sabbe adalah salah satu perlengkapan adat Sulawesi Selatan yang biasanya dikenakan bersama Jas Tutu’ bagi kaum pria dan Baju Bodo bagi kaum wanita. Lipa’ Sabbe berbahan dasar Kain Sutra Tinggi.
  4. Baju Bodo
    Baju Bodo pakaian adat perempuan Sulawesi Selatan dinamakan Baju Bodo. Ciri khas baju bodo adalah berbentuk segi empat dan memiliki lengan pendek. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Baju Bodo merupakan salah satu busana tertua di Indonesia, yaitu sehelai sarung yang cukup menutupi pinggang hingga kaki dan baju tipis yang lebih besar dari pemakai atau longgar dari kain muslim atau kasa Warna baju bodo memiliki arti tersendiri, yang menunjukkan berapa usia serta martabat dari pemakainya, yaitu sebagai berikut :

    1) Jingga, memiliki arti bahwa pemakai adalah anak perempuan yang berusia 10 tahun.
    2) Jingga dan Merah, memiliki arti bahwa pemakai adalah anak perempuan yang berusia sekitat 10 hingga 14 tahun.
    3) Merah, memiliki arti bahwa pemakai adalah anak perempuan yang berusia sekitar 17 sampai 25 tahun.
    4) Putih, memiliki arti bahwa pemakai adalah perempuan dari kalangan pembantu dan dukun.
    5) Hijau, memiliki arti bahwa pemakai adalah perempuan dari kalangan bangsawan.
    6) Ungu, memiliki arti bahwa pemakai adalah seorang janda.

    Baju bodo merupakan salah satu pakaian adat yang biasanya dikenakan oleh kaum wanita suku Bugis Makassar pada saat penyelenggaraan upacara adat serta sebagai identitas Etnis. Namun, saat ini penggunaan baju bodo sudah jarang ditemukan. Meskipun demikian pakaian ini tetap digunakan oleh mempelai perempuan dalam resepsi pernikahan. Bahkan pendamping mempelai yang biasanya anak-anak, disebut passappi’ serta panitia resepsi tetap memakai baju bodo.
  5. Pakaian Adat Pengantin Pria dan Wanita
    Seperti setiap daerah pada umumnya, suku Bugis-Makassar juga mempunyai pakaian adat pengantin yang menjadi ciri khas dan identitas sukunya. Pakaian adat pengantin suku Bugis-Makassar mempunyai banyak kesamaan pada pakaian kaum pria dan wanita, perbedaannya hanya terletak pada aksesoris saja dimana oajauab adat pengantin wanita lebih banyak daripada pria. Penjelasan perlengkapan pakaian adat pengantin Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut :
    1) Saloko Pinang Goyang
    Saloko Pinang Goyang adalah salah satu bagian dari perlengkapan pakaian pengantin wanita yang merupakan aksesoris kepala pelengkap. SalokoPinang ini biasanya juga dikenal dengan Mahkota Wanita yang biasanya digunakan pada upacara adat dan sebagai identitas Etnis.
    2) Gelang/Ponto Naga
    Gelang/Ponto Naga ini merupakan aksesoris pakaian pernikahan pria dimana terbuat dari logam kuningan yang diukir menyerupai bentuk naga.
    3) Ponto/Gelang
    Ponto/ Gelang merupakan salah satu aksesoris bagi mempelai wanita dimana gelang ini terbuat dari ligam kuningan yang berventuk tabung dengan diameter 6cm.
    4) Rante/Kalung
    Rante/ Kalung juga merupakan salah satu aksesoris mempelai wanita yang tervuat dari logam kuningan.
    5) Simpolong Teppong
    Simpolong Teppong atau biasa dikenal dengan Kondek adalah aksesoris tambahan yang dikenakan oleh mempelai wanita dibagian belakamg rambutnya.
    6) Sima-Sima
    Sima- sima adalah aksesoris yang dikenakan pada bagian lengan wanita tepatmya diujung lengan bajunya. Sima-sima terbuat dari kain yang diukir dan diberi renda pada pinggirannya.
    7) Salempang
    Salempang adalah aksesoris pengantin yang dikenakan oleh mempelai wanita maupun pria. Seperti selempang pada umunya, selempang ini di taruh d bagian pundak kemudian diberi pengait d bagian pinggang atau perekat agar tertata dengan baik dan tidak mudah jatuh.
    8) Giwang/Anting-Anting
    Giwang atau Anting-anting merupakan bagian dari perlengkapan mempelai wanita yang terbuat dari logam yang kemudian dihias.
  6. Perlengkapan Nyirih atau Mangngota
    Tradisi menyirih adalah tradisi warisan budaya Indonesia yang dilakukan dengan mengunyah bahan-bahan bersirih, seperti daun sirih, pinang, gambir, tembakau, kapur, dan cengkih. Tradisi ini dilakukan dengan mengunyah sirih dan bahan lainnya hingga membuat mulut berwarna oranye kemerahan yang dianggap bagus untuk menguatkan gigi. Banyak daerah di Indonesia yang hingga kini masih mempertahankan kebiasaan tersebut. Tiap daerah menyebut istilah mengunyah sirih ini dalam bahasa daerahnya, seperti nyirih, nginang, bersisik, atau menyepah. Bagi yang pernah mengunjungi pelosok negeri Sumatra, Sulawesi, ataupun Indonesia bagian Timur, seperti Nusa Tenggara hingga Papua, pasti masih dapat ditemukan kebiasaan ini. Di Sulawesi Selatan, tradisi ini disebut dengan kegaiatan mangngota, adapun beberapa perlengkapan nyirih dikalangan suku Bugis-Makassar, yaitu;
    1) Tempat penyimpanan kapur sirih
    2) Tempat penyimpanan Gambir
    3) Tempat penyimpanan daun sirih
    4) Tempat penyimpanan tembakau
    Keempat tempat penyimpanan diatas terbuat dari logam yang diukir dan dibentuk dengan berbagai bentuk seperti lingkaran, dan lain-lain.

Writing an essay on culture can be a fascinating exploration of the beliefs and customs that define a particular group of people. However, if you do not have enough experience, it is better to seek help from professionals https://essaynow.net/ and get a quality paper in a matter of hours.

Badik Bugis -Makassar

Badik yang merupakan identitas budaya suku bangsa melayu dan tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di daerah Sulawesi Selatan. Badik merupakan senjata tradisional suku Bugis-Makassar. Selain itu, mereka percaya bahwa vadik dapqt mendatangkan kewibawaan dan penolong dalam situasi yg mendesak. Oleh karenanya, fungsinya bukan hanya sekedar senjata tajam, melainkan memiliki makna tersendiri bagi masyarakat suku Bugis-Makassar yang mempercayainya.

Panre Bassi adalah sebutan untuk orang berprofesi sebagai pandai besi di Bugis-Makassar. Badik atau Kawali umumnya dibuat oleh Panrita Bessi(semacam ahli besi) yang dalam proses pembuatannya diawali dengan pencariab bahan baku, lalu dilakukan pengisian magis melalui sejumlah proses ritual ketika membuat senjata tradisional tersebut.

Writing a history essay in English requires choosing the right topic and having experience in it, so many students hire essay writers here papertyper.net to get a high grade in college. This applies not only to the subject of history, but also to others.

Peralatan Rumah Tangga Zaman Mesolitikum

Peralatan Rumah Tangga

Peralatan rumah tangga merupakan salah satu jenis koleksi yang dipamerkan pada Museum Daerah Maros. Keberadaan alat rumah tangga menandakan bahwa manusia sudah pandai dalam membuat alat-alat untuk melengkapi kehidupan mereka. Bahan yang digunakan dalam peralatan rumah tangga adalah bahan yang sederhana yang dapat ditemukan di alam yaitu tanah liat, daun pandan, batu andesit, rotan bambu, dan tali.

1. Tanah Liat

Peralatan dengan bahan dasar tanah liat menghasilkan beberapa jenis benda, seperti gerabah, tembikar bahkan keramik. Ketiga bahan tersebut tentunya memiliki perbedaan yaitu:

• Gerabah adalah alat dapur (untuk memasak dan sebagainya) yang dibuat dari tanah liat yang dibakar (misalnya kendi, belanga)

• Tembikar terbagi atas dua definisi, yaitu barang dari tanah liat yang dibakar dan berlapis gilap: perselen atau pecahan (pinggan, periuk dan sebagainya); beling;  tembereng.

• Keramik adalah tanah liat yang dibakar, dicampur dengan mineral lain; barang tembikar (porselen).

Fosil Kerangka Manusia di Kabupaten Maros

Terkenal dengan keragaman budaya dan pariwisata yang eksotis, Maros juga memiliki fakta sejarah yang unik, yaitu mengenai manusia purba.

Rangka manusia di Maros ditemukan pada tahun 2018 pada ekskavasi arkeologi di Situs Leang Jarie, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Penemuan ini dilakukan oleh tim penelitian prasejarah Balai Arkeologi SulSel yang di pimpin oleh Budianto Hakim.

Hasil analisis C14 di Laboratorium University Waikato, New Zealand menunjukkan bahwa rangka manusia leang Jarie(LJ1) berusia 2700 BP (kurang lebih 600 tahun sebelum masehi) dan dianggap sebagai cikal bakal leluhur manusia maros dan sekitarnya yang bertahan hidup dengan memanfaatkan gowa kapur(karst) sebagai rumah dan mengembangkan pertanian dan peternakan disamping mencari makanan dialam terbuka dengan cara berburu.

Rangka manusia tersebut masih tersimpan dengan baik pada matriks aslinya di Leang Jarie, kecaman Simbang, Kabupaten Maros.

Sejarah Museum Daerah Maros

Museum Daerah Maros menempati bangunan daerah Kantor Controller yang didirikan tahun 1835 oleh Belanda untuk kepentingan kolonial di Maros. Pasca Kemerdekaan bangunan ini silih berganti beralih fungsi, mulai dipergunakan sebagai Kantor Kepala Pemerintahan Negeri Maros, kemudian dijadikan sebagai Rumah Sakit Bersalin, lalu menjadi Kantor Bappeda Maros hingga dipergunakan sebagai Kantor Camat Turikale.

Gambar : Kantor Museum Daerah Maros

Bangunan Museum Daerah Maros berukuran 266 M² dan menempati lahan seluas 1.370 M² tarletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 1, Kelurahan Turikale, Kecamatan Turikalr, Kabupaten Maros. Kondisi bangunan 90% merupakan bangunan asli dari masa kolonial dengan bentuk persegi yang memanjang ke belakang. Bangunan Museum Daerah Maros terbuat dari bahan dasar batu bata yang diplester kapur dan pasir. Bagian lantai ditutupi Tegal dan bagian atas ditutupi seng.Pemerintah Kabupaten Maros telah menetapkan bangunan ini sebagai Cagar Budaya sehingga Bangunan Museum Daerah Maros ini juga merupakan salah satu koleksi yang dimiliki Museum Daerah Maros.

Struktur bangunan Lanraad Koleksi Museum Daerah Kabupaten Maros berupa struktur, yaitu seperti genteng, bata, dan plesteran bangunan Landraad. Berdasarkan arsip di Kantor Pengadilan Negeri Maros, bangunan kantor Landraad ini dibangun tahun 1918 yang berfungsi sebagai Kantor Pengadilan. Kantor ini berbatasan dengan Jalan Jenderal Ahmad Yani di sebelah Selatan, barat berbatasan dengab Kantor Kejaksaan Negeri Maros, sebeleah timur berbatasan dengan jalan H.M Kasim, dan di sebelah Utara berbatasan dengan Rumah Dinas Hakim Ketua.

Batu Bata dari struktur bangunan Landraad yang dibangun tahun 1928 yang berfungsi sebagai Kantor Pengadila ini melekat pada struktur Tiang bangunan dengan Berat 300 gram, panjang 24 cm, tebal 5,5 cm dan Lebar : 11 cm. Selain itu ada juga Bata yang melekat pada struktur Dinding bangunan dengan berat 250 gram, panjang 12 cm, tebal 5,5 cm dan lebar 11cm. Koleksi Arkeologi selanjutnya adalah Genteng yang digunakan sebagai atap bangunan dengan berat 300 gram, panjang 34 cm, tebal 1,7 cm dan lebar 27 cm. Koleksi terakhir yaitu plasteran yang melekat pada dinding Bangunan dengan Berat 1000 gram, tebal 2,5 cm, terdiri dari pasir, kapur Dan Semen.

Padjoge Danseressen Te Maros

Padjoge adalah tarian yang berasal dari Sulawesi Selatan, baik Bugis maupun Makasar. Pada masa kolonial di Maros, juga terdapat tarian Padjoge yang ditampilkan di dalam kalangan ningrat oleh para gadis-gadis yang berasal dari kalangan rakyat biasa.

Tari Padjoge merupakan tarian rakyat yang dipertontonkan pada pesta Raja dan juga untuk umum. Padjoge berfungsi sebagai hiburan dan juga dapat menarik keuntungan berupa materi/benda karena penonton dapat Mappasompa(Sawer) kepada salah seorang Padjoge yang disenangi. Biasanya para penari juga menari seorang diri sambil menyanyi kemudian mencari pasangannya yang kemudian penari memberikan daun sirih kepada lelaki yang dipilihnya lalu mereka akan menari bersama.