Arsip Tag: adat

Wakil Bupati Maros ingin situs To Manurung Karaeng LoE ri Pakere di Revitalisasi

MAROS MUSEUM — Sebidang tanah lapang yang dikenal dengan nama Ongkoe yang terletak di Dusun Pakere, Desa Bontotallasa Kecamatan Bantimurung adalah situs yang sangat bersejarah bagi Maros.

Di lokasi itulah dahulu sekitar 600 tahun yang lalu berdiri sebuah Istana Kerajaan di Maros yang pertama dengan Raja bergelar Karaeng LoE ri Pakere, seorang yang. dituliskan dalam manuskrip Lontara Marusu sebagai seorang To Manurung.

“…Karaeng LoE ri Pakere uru Karaeng ri Marusu, iyami To Manurung ri Pakere. nanikanai To Manurung kataniassengi assala kabattuanna…”

begitu bunyi petikan Lontara Marusu yang menjelaskan tentang seorang To Manurung Karaeng LoE ri Pakere sebagai Raja Pertama di Maros. Demikian Penjelasan Tim Ahli Cagar Budaya Maros H. Andi Fahry Makkasau yang juga adalah Ketua Majelis Keturunan Tomanurung Maros.

Dari arti penting situs di Pakere itulah lalu kemudian Pemkab Maros yang disampaikan oleh Ibu Hj Suhartina Bohari menyatakan bahwa dirinya berkeinginan bahwa Ongkoe yang terletak di Dusun Pakere sebagai situs kedatangan To Manurung Karaeng LoE ri Pakere ditetapkan sebagai Cagar Budaya dan selanjutnya di lokasi tsb direvitalisasi dengan membangun Baruga Karaeng LoE ri Pakere yang kemudian dapat menjadi pusat pelaksanaan acara Adat Tahunan berkenaan dengan Ulang Tahun atau Hari Jadi Maros.

“Kita ingin nama Pakere kembali mendunia sama seperti saat awal kedatangan To Manurung Karaeng LoE ri Pakere yang membuat banyak kerajaan2 tetangga tertarik membuat perjanjian persahabatan termasuk Kerajaan Gowa dan Bone ketika itu dan kejadian ini dicatat dalam Lontara Gowa dan Tallo” kata Ibu Suhartina. Dan kebanggaan ini sangat baik efeknya bagi Generasi Muda kita yang tentu akan makin cinta pada daerah dan negaranya tambah Wakil Bupati.

Niat tsb langsung diamini oleh Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Maros, Ferdiansyah yang saat itu juga meminta Tim Ahli Cagar Budaya Maros utk segera mendesain langkah sesuai regulasi agar situs Karaeng LoE ri Pakere dapat segera ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
“tugas Pak Andi Fahry dkk sebagai Tim Ahli Cagar Budaya Maros utk segera mengambil langkah – langkah,” pungkas Ferdy singkat.

Selanjutnya Wakil Bupati Maros menyampaikan harapan agar rencana ini segera diwujudkan setidaknya dalam Perubahan Anggaran tahun ini sdh ada langkah yang diambil, sebelum lokasi tersebut yang konon telah berada dalam penguasaan pribadi membangun sesuatu di atas lokasi situs.

Andi Fahry Makkasau, sangat senang mendengar rencana Pemkab Maros yang disampaikan oleh Wakil Bupati tersebut karena menurutnya, dengan menyelamatkan situs Karaeng LoE ri Pakere kemudian melakukan revitalisasi di atasnya, maka kita telah menyelamatkan sebuah situs, saksi bisu yang sangat penting bagi Sejarah Maros, sebab jika kita berbicara Sejarah Maros maka semua harus berawal dari kedatangan Karaeng Loe ri Pakere dengan prestasi dan kiprahnya yang membumi sehingga 5 abad lalu Maros sudah digelar dengan Butta Salewangang, yaitu negeri yang sejahtera lahir dan bathin. negeri yang gema nestiti, tentram kerta raharja. Dan lokasi kedatangannya adalah di Ongkoe Pakere, kunci Fahry.

Museum Maros Tampilkan Berbagai Macam Koleksi Museum Melalui Pameran Temporer

Museum Daerah Maros – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Maros, menggelar pameran Museum temporer yang dilaksakanan dikawasan pusat perbelanjaan di Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, pada sabtu siang,(10/04/21)

Pameran temporer ini menampilkan berbagai macam koleksi dari Museum Daerah Maros seperti koleksi arkeologi berupa cangkang molusca, fragmen gerabah dan artefak batu.

Selain itu ada pula koleksi keramologi berupa peralatan rumah tangga masa lampau, serta koleksi etnografi berupa koleksi badik tua.

Kegiatan ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung mall, pasalnya ada banyak dari pengunjung yang antusias melihat langsung berbagai macam koleksi milik Museum daerah tersebut.

Kepala Bidang Museum Andi Yuliana mengatakan kegiatan Pameran temporer ini bertujuan sebagai sarana edukasi ke masyakat sekaligus memperkenalkan jika Maros memiliki Museum daerah dengan berbagai macam koleksi peninggalan masa lampau.

” Sengaja kita pilih mall untuk kegiatan ini, tujuannya untuk memperkenalkan ke khalayak ramai jika Maros memiliki Museum daerah sendiri dengan berbagai koleksi peninggalan masa lampau. ” Sebutnya.

Kegiatan pameran temporer ini akan dilaksanakan selama dua hari, diharapkan setelah terlaksananya pameran ini antusias masyarakat untuk berkunjung ke Museum semakin tinggi.

“Besar harapan kami setelah terselenggaranya pameran ini kedepannya antusiasme masyarakat semakin tinggi untuk berkunjung ke Museum mempelajari masa lampau daerahnya. ” Harapnya.

Selain pameran teknologi spektakuler, Disbudpar Maros juga mengger lomba cerita rakyat dan pengumuman pemenang lomba penulisan sejarah lokal.

Disbudpar Maros Gelar Sosialisasi Museum ke Desa – Desa

Museum Daerah Maros – Bidang Kebudayaan Disbudpar Maros, melakukan sosialisasi museum ke 14 Desa yang tersebar di wilayah Kabupaten Maros, Sulawesi selatan.

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan museum kepada masyarakat desa dan membangun sinergitas antara Pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan kebudayaan.

Rabu pagi (07/04/21) Tim Museum Disbudpar Maros kembali melakukan sosialisasi museum kali ini di rumah adat kakaraengan balla lompoa yang diikuti puluhan masyarakat tentunya dengan penerapan protokol kesehatan covid-19.

Kepala Bidang Kebudayaan Andi Yuliana mengatakan sosialisasi museum ini dilakukan untuk melestarikan kebudayaan dan membangun sinergitas dengan masyarakat.

” Beberapa hari ini kita melakukan sosialisasi museum ke desa – desa yang ada di maros, dan pagi ini tim melakukan sosialisasi di rumah balla lompoa kakaraengan, tujuan dari kegiatan ini untuk memperkenalkan museum kepada masyarakat desa dan membangun sinergitas antara Pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan kebudayaan.” Jelasnya.

Saat ini tim museum Disbudpar Maros telah mengunjungi 6 desa dalam kegiatan sosialisasi tersebut, dengan target kunjungan yaitu 14 desa.

” ini sudah lebih dari 6 desa yang kami kunjungi untuk mensosialisasikan museum daerah maros, kita membawa beberapa pemateri mereka mempresentasikan museum sebagai sarana pendidikan mengenai budaya masa lampau.” Ucap Kabid Kebudayaan Disbudpar Maros

Diharapkan melalui sosialisasi museum ini kedepannya jumlah kunjungan ke museum daerah dapat meningkat.

” Kita berharap setelah kegiatan ini jumlah pengunjung ke museum bisa meningkat.” Tambah Yuliana

Pameran Badik Ratusan Tahun di Maros

Museum Maros – Ratusan bilah badik pusaka dari berbagai jenis dipamerkan dalam ajang pameran bilah pusaka dan konservasi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Badik dan keris yang telah berumur ratusan tahun itu merupakan koleksi dari berbagai komunitas, mulai dari jenis badik Taeng, Luwu, Gecong, Raja, Cindakko, Dedde Baru dan Sele dikumpul jadi satu.

Pameran ini digelar di objek wisata Rammang-Rammang, Maros, Sulawesi Selatan. Ratusan badik yang dipamerkan itu berasal dari berbagai komunitas.

Berbeda dari tahun sebelumnya, kegiatan budaya ini, ikut mengusung isu konservasi alam sebagai upaya menyatukan unsur budaya dengan lingkungan hidup sebagai satu kesatuan.

“Budaya dan alam menurut kami satu kesatuan dan menjadi satu identitas. Olehnya kegiatan tahun ini kami sengaja mengusung isu konservasi di dalamnya,” kata ketua Lembaga Badik Celebes Maros, Muhammad Hatta

Selain pameran pusaka, kegiatan yang digelar selama empat hari ini, juga menghadirkan berbagai kegiatan budaya lainnya, mulai dari kirab budaya, pentas seni hingga seminar kebudayaan dan arkeologi.

Sumber : Detiknews. Com

Allanja, Balianja, Dan Mappadendang, Tradisi Langka Yang Masih Digelar Di Tompo Bulu Maros

Di Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, tidak hanya potensi alamnya yang menjadi daya tarik untuk wisatawan. Kecamatan di ujung Kabupaten Maros ini yang dikenal dengan puluhan air terjunnya yang cantikn ternyata tersimpan kekayaan budaya yang masih terus dilestarikan oleh masyarakatnya.

Seperti ritual tahunan yang dilaksanakan oleh Masyarakat di Dusu Bara, Desa Bontomanurung. Mereka mengadakan ritual persembahan makanan kepada leluhur. Makanan berupa seokor ayam kampung utuh dan songkolo (beras ketan), ada juga kapur dan sirih yang dibawa ke makam leluhur kemudia didoakan.

Seorang tetuah adat mendoakan makanan untuk dipersembahkan kepada leluhur masyarakat Tompo Bulu

Daeng Nimba salah satu tetuah adat di Dusun Baru mengatakan, ritual ini merupakan pesan leluhur masyarakat Tompo Bulu yang berkata, “jika nanti sehabis panen maka datanglah ke sini (ke makamnya) dan berdoalah. Doamu akan saya teruskan ke sang pencipta,”.

Daeng Nimba melanjutkan, setiap keluarga akan memgantarkan satu paket persembahan makanan berupa seekor ayam kampung, kapur sirih, dan songkolo sebagai bentuk rasa syukur mereka terhadap hasil panen yang mereka peroleh. Setelah didoakan, makanan tersebut akan dibagikan kembali untuk dimakan bermai-ramai oleh penduduk kampung.

Ritual adat kemudian dilanjutkan dengan gelaran “Allanja” yaitu adu betis antara pemuda. Hal ini dilakukan dengan saling menendang betis secara bergantian. Prosesi ini merupakan bentuk adu kekuatan diantara pemuda pengikut Karaeng Laiya dan Kareeng Baru, yang merupakan leluhur masyarat Bontomanurung.

Dahulu kala dijelaskan, Karaeng Laiya dan Karaeng Baru datang kedaerah ini untuk saling mengadu murid. Muridnya saling menendang betis secara bergantian. Adu betis ini biasanya berlangsung dari pagi sampai sore hari. Namun dulu pergelangan kaki para murid ini diapakaikan taji dari besi.

Rangkaian ritual kemudian dilanjutkan dengan Balianja, diawali dengan persembahan sesajen makanan dan lantunan doa, dari sang tetuah adat diikuti dewan dewan adat kampung. Ritual ini merupakan penggambaran upaya penduduk kampung dalam menghalau orang jahat yang berniat masuk dan merusak daerahnya.

Di tempat ini dewan adat berkumpul untuk menyelesaikan sebuah masalah. Diawali dengan adegan kejar-kejaran menggunakan obor, kemudian salah seorang pemuda menghalau pengejar dengan menggunakan badik. Itu menandakan orang jahat yang akan masuk le sini akan kami halau dan kami larang.

Dahulu ritual ini bertujuan untuk menyelesaikan sebuah masalah, dimana dewan adat kampung berkumpul untuk membicarakannya

Tak berhenti di situ, puncak rangkaian ritual adat ini masih berlanjut di malam hari dengan prosesi “Adengka Ase Lolo”. Padi muda yang barusaja dipanen ditumbuk dengan alu kemudian dinikmati bersama gula merah dan parutan kelapa muda (pal).