Arsip Tag: Budaya

Musik Tradisional Kecapi Jadi Ajang Promosi Wisata Bantimurung

Museum Daerah Maros – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Maros, menggelar lomba musik tradisional kecapi yang diikuti 18 peserta dari berbagai sekolah dan komunitas sanggar seni di wilayah ini.

Selain sebagai ajang promosi dalam menggaet wisatawan pasca ppkm level 3 turun jadi level 2 di wilayah ini, lomba musik kecapi yang berlangsung di Taman Wisata Alam Bantimurung itu juga bertujuan dalam mengembangkan dan menyebarluaskan informasi tentang musik tradisional kecapi.

Ferdiansyah, selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kabupaten Maros dalam sambutannya menjelaskan, agar kegiatan ini dapat memberikan informasi pada masyarakat terkait adanya musik tradisional kecapi utamamya pada generasi milenial untuk lebih mengenal budayanya.

“Kegiatan ini kita gelar sebagai upaya kita dalam mendorong potensi wisata budaya yang sebenarnya luar biasa jika dikembangkan. Slain itu, kita juga mau memberikan hiburan ke para pengunjung agar objek wisata kita ini makin dikenal dan semakin banyak peminatnya”. Terangnya.

Lomba musik tradisional kecapi yang diikuti para pelajar sekolah SMP dan SMA ini, juga memperebutkan berbagai hadiah menarik.

“Peserta ada 18 orang terdiri dari pelajar SMP dan SMA sekabupaten maros dan dari komunitas sanggar seni, untuk juara pertama akan mendapatkan 3 jt, juara kedua 2,5 jt , juara ketiga 1,5 juta dan harapan satu 1 juta rupiah”. ungkapnya.

Sementara itu Melalui Kepala Bidang Kebudayaan Maros, Muhammad Saibi Sukure berharap agar kegiatan ini bisa membangkitkan musik tradisional dikalangan generasi penerus.

Apalagi kata dia, saat ini banyak yang tidak mengetahui alat musik tradisional.

“Harapan Pemerintah Kabupaten Maros bagaimana kedepannya supaya musik tradisional kita ini dibangkitkan kembali yang selama ini masyarakat millenial kita sudah banyak yang lupa bahkan tidak mengetahui alat musik tradisionalnya sendiri”. Pungkasnya. (*)

Museum Maros Tampilkan Berbagai Macam Koleksi Museum Melalui Pameran Temporer

Museum Daerah Maros – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Maros, menggelar pameran Museum temporer yang dilaksakanan dikawasan pusat perbelanjaan di Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, pada sabtu siang,(10/04/21)

Pameran temporer ini menampilkan berbagai macam koleksi dari Museum Daerah Maros seperti koleksi arkeologi berupa cangkang molusca, fragmen gerabah dan artefak batu.

Selain itu ada pula koleksi keramologi berupa peralatan rumah tangga masa lampau, serta koleksi etnografi berupa koleksi badik tua.

Kegiatan ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung mall, pasalnya ada banyak dari pengunjung yang antusias melihat langsung berbagai macam koleksi milik Museum daerah tersebut.

Kepala Bidang Museum Andi Yuliana mengatakan kegiatan Pameran temporer ini bertujuan sebagai sarana edukasi ke masyakat sekaligus memperkenalkan jika Maros memiliki Museum daerah dengan berbagai macam koleksi peninggalan masa lampau.

” Sengaja kita pilih mall untuk kegiatan ini, tujuannya untuk memperkenalkan ke khalayak ramai jika Maros memiliki Museum daerah sendiri dengan berbagai koleksi peninggalan masa lampau. ” Sebutnya.

Kegiatan pameran temporer ini akan dilaksanakan selama dua hari, diharapkan setelah terlaksananya pameran ini antusias masyarakat untuk berkunjung ke Museum semakin tinggi.

“Besar harapan kami setelah terselenggaranya pameran ini kedepannya antusiasme masyarakat semakin tinggi untuk berkunjung ke Museum mempelajari masa lampau daerahnya. ” Harapnya.

Selain pameran teknologi spektakuler, Disbudpar Maros juga mengger lomba cerita rakyat dan pengumuman pemenang lomba penulisan sejarah lokal.

Disbudpar Maros Gelar Sosialisasi Museum ke Desa – Desa

Museum Daerah Maros – Bidang Kebudayaan Disbudpar Maros, melakukan sosialisasi museum ke 14 Desa yang tersebar di wilayah Kabupaten Maros, Sulawesi selatan.

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan museum kepada masyarakat desa dan membangun sinergitas antara Pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan kebudayaan.

Rabu pagi (07/04/21) Tim Museum Disbudpar Maros kembali melakukan sosialisasi museum kali ini di rumah adat kakaraengan balla lompoa yang diikuti puluhan masyarakat tentunya dengan penerapan protokol kesehatan covid-19.

Kepala Bidang Kebudayaan Andi Yuliana mengatakan sosialisasi museum ini dilakukan untuk melestarikan kebudayaan dan membangun sinergitas dengan masyarakat.

” Beberapa hari ini kita melakukan sosialisasi museum ke desa – desa yang ada di maros, dan pagi ini tim melakukan sosialisasi di rumah balla lompoa kakaraengan, tujuan dari kegiatan ini untuk memperkenalkan museum kepada masyarakat desa dan membangun sinergitas antara Pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan kebudayaan.” Jelasnya.

Saat ini tim museum Disbudpar Maros telah mengunjungi 6 desa dalam kegiatan sosialisasi tersebut, dengan target kunjungan yaitu 14 desa.

” ini sudah lebih dari 6 desa yang kami kunjungi untuk mensosialisasikan museum daerah maros, kita membawa beberapa pemateri mereka mempresentasikan museum sebagai sarana pendidikan mengenai budaya masa lampau.” Ucap Kabid Kebudayaan Disbudpar Maros

Diharapkan melalui sosialisasi museum ini kedepannya jumlah kunjungan ke museum daerah dapat meningkat.

” Kita berharap setelah kegiatan ini jumlah pengunjung ke museum bisa meningkat.” Tambah Yuliana

Disbudpar Maros Dukung Penuh Agenda Youth Forum BP Geopark Maros-Pangkep

MAROS – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros memberikan dukungan penuh Badan Pengelola (BP) Geopark Nasional Maros Pangkep untuk bergabung dalam Global Geopark UNESCO.

Hal itu diungkapan langsung Kepala Bidang Pariwisata Disbudpar Maros, Yusriadi Arief, dalam sambutannya pada pembukaan Workshop Geopark Youth Forum dengan tema Peran Pemuda dalam Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Geopark Maros – Pangkep di Kawasan Wisata Alam Bantimurung, Kabupaten Maros, Minggu 7 Maret 2021.

Menurutnya, percepatan terwujudnya Geopark Nasional Maros Pangkep untuk bergabung dalam Global Geopark UNESCO masuk dalm 100 hari kerja Bupati dan Wakil Kabupaten Maros pada sektor pariwisata.

“Alhamdulillah, kita melihat progres teman-teman BP Geopark Maros Pangkep sangat signifikan, kita pastinya sangat apresiasi hal itu dan pada kesempatan ini, saya juga ingin sampaikan dukungan Bapak Bupati Maros, Chaidir Syam dan ibu Wabup Suhartina Bohari dalam program 100 hari kerjanya yang memprioritaskan program Badan Pengelola Geopark Maros Pangkep,” jelasnya.

Sementara itu, General Manager (GM) BP Geopark Maros – Pangkep, Dedi Irfan mengungkapkan hadirnya Youth Forum sebagai salah satu bagian dari BP Geopark Maros-Pangkep, mereka merupakan kumpulan pemuda dan pemudi yamg akan mendukung kinerja BP Geopark Maros- Pangkep dan untuk menjadi agen perubahan.

“Peran pemuda untuk menjadi agen perubahan dalam lingkungan site yang berada di kawasan Geopark Maros Pangkep sangat diperlukan untuk menjadi generaisi penerus terkait konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat di wilayah Geopark Maros – Pangkep,” bebernya.

Dedi Irfan melanjutkan, dimana hadirnya Youth Forum Geopark Maros Pangkep juga akan saling mendukung kerja-kerja dari beberapa bagian BP Geopark Maros Pangkep seperti pengelola geosite,
pemandu geoapark, bahkan seluruh stakeholder yang berkaitan dengan Geopark Maros Pangkep.

“Anggota dari youth ini merupakan pemuda-pemudi yang dibekali pengetahuan yang berada di site geopark untuk bisa membantu badan pengelola, pemerintah dan stake holder terkait untuk sosalasai manfaat dan kehadiran geopark Maros Pangkep. Termasuk membangun rasa cinta terhadap site Geopark Maros Pangkep,” jelasnya.

Kegiatan ini juga dihadiri langsung oleh Dewan Pengarah BP Geopark Maros Pangkep, AM. Irfan AB, yang Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Disbudpar Pangkep dan Maros.

Sumber (Rakyat Sulsel)

Pameran Badik Ratusan Tahun di Maros

Museum Maros – Ratusan bilah badik pusaka dari berbagai jenis dipamerkan dalam ajang pameran bilah pusaka dan konservasi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Badik dan keris yang telah berumur ratusan tahun itu merupakan koleksi dari berbagai komunitas, mulai dari jenis badik Taeng, Luwu, Gecong, Raja, Cindakko, Dedde Baru dan Sele dikumpul jadi satu.

Pameran ini digelar di objek wisata Rammang-Rammang, Maros, Sulawesi Selatan. Ratusan badik yang dipamerkan itu berasal dari berbagai komunitas.

Berbeda dari tahun sebelumnya, kegiatan budaya ini, ikut mengusung isu konservasi alam sebagai upaya menyatukan unsur budaya dengan lingkungan hidup sebagai satu kesatuan.

“Budaya dan alam menurut kami satu kesatuan dan menjadi satu identitas. Olehnya kegiatan tahun ini kami sengaja mengusung isu konservasi di dalamnya,” kata ketua Lembaga Badik Celebes Maros, Muhammad Hatta

Selain pameran pusaka, kegiatan yang digelar selama empat hari ini, juga menghadirkan berbagai kegiatan budaya lainnya, mulai dari kirab budaya, pentas seni hingga seminar kebudayaan dan arkeologi.

Sumber : Detiknews. Com

Baju Adat Suku Bugis-Makassar

Baju Ada Sulawesi Selatan

Pakaian Adat Bugis-MakassarTiap pakaian adat memiliki keunikan masing-masing dan dikenakan pada acara tertentu, bentuk dan coraknya pun berbeda, tergantung etnis, kelomok tertentu, dan wilayahnya masing-masing.Pakaian tersebut mencerminkan identitas dan kebanggan-kebanggan tersendiru bagai pemakainya. Ciri khas pakaian Adat Bugis Makassar Sulawesi Selatan adalah ketimur-timuran yang dipadukan dengan corak khas lokal masyarakat setempat. Adapun pakaian adat Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut :

  1. Baju Tutu’
    Pakaian adat laki-laki Sulawesi Selatan disebut dengan Tutu’. Pada bagian atas berupa jas hitam dibagian atas disebut dengan Jas Tutu’. Jas dipadukan dengan celana atau paroci dan kain sarung atau lipa garusuk, serta tutup kepala, berupa songkok. Jas Tutu’ berlengan panjang memiliki leher berkerah dan dipasangkan kancing yang terbuat dari emas atau perak. Sedangkan untuk kain lipa garusuk atau lipa sabbe pada umumnya menggunakan warna mencolok, dengan ciri khas merah dan hijau. Model pakaian ini merupakan kombinasi antara pakaian adat setemlat dengan nuansa Islam.Jas Tutu’ biasanya dikenakan oleh kaum pria bersama Songkok Pa’biring dan Lipa’ Sabbe. Biasanya dipakai pada saat menghadiri upacara adat istiadat Bugis Makassar dan Sebagai Identitas Etnis.
  2. Songkok Pa’biring
    Songkok, Pabiring adalah salah satu perlengkapan adat pria Sulawesi Selatan dimana biasanya dikenakan bersamaan dengan Jas Tutu’ pada saat menghadiri upacara adat Bugis Makassar dan juga sebagai Identitas Etnis. Songkok Pabiring terbuat dari Anyaman Rotan yang dab Benang Sutra Berwarna Emas.
  3. Lipa Sabbe / Sarung
    Lipa Sabbe adalah salah satu perlengkapan adat Sulawesi Selatan yang biasanya dikenakan bersama Jas Tutu’ bagi kaum pria dan Baju Bodo bagi kaum wanita. Lipa’ Sabbe berbahan dasar Kain Sutra Tinggi.
  4. Baju Bodo
    Baju Bodo pakaian adat perempuan Sulawesi Selatan dinamakan Baju Bodo. Ciri khas baju bodo adalah berbentuk segi empat dan memiliki lengan pendek. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Baju Bodo merupakan salah satu busana tertua di Indonesia, yaitu sehelai sarung yang cukup menutupi pinggang hingga kaki dan baju tipis yang lebih besar dari pemakai atau longgar dari kain muslim atau kasa Warna baju bodo memiliki arti tersendiri, yang menunjukkan berapa usia serta martabat dari pemakainya, yaitu sebagai berikut :

    1) Jingga, memiliki arti bahwa pemakai adalah anak perempuan yang berusia 10 tahun.
    2) Jingga dan Merah, memiliki arti bahwa pemakai adalah anak perempuan yang berusia sekitat 10 hingga 14 tahun.
    3) Merah, memiliki arti bahwa pemakai adalah anak perempuan yang berusia sekitar 17 sampai 25 tahun.
    4) Putih, memiliki arti bahwa pemakai adalah perempuan dari kalangan pembantu dan dukun.
    5) Hijau, memiliki arti bahwa pemakai adalah perempuan dari kalangan bangsawan.
    6) Ungu, memiliki arti bahwa pemakai adalah seorang janda.

    Baju bodo merupakan salah satu pakaian adat yang biasanya dikenakan oleh kaum wanita suku Bugis Makassar pada saat penyelenggaraan upacara adat serta sebagai identitas Etnis. Namun, saat ini penggunaan baju bodo sudah jarang ditemukan. Meskipun demikian pakaian ini tetap digunakan oleh mempelai perempuan dalam resepsi pernikahan. Bahkan pendamping mempelai yang biasanya anak-anak, disebut passappi’ serta panitia resepsi tetap memakai baju bodo.
  5. Pakaian Adat Pengantin Pria dan Wanita
    Seperti setiap daerah pada umumnya, suku Bugis-Makassar juga mempunyai pakaian adat pengantin yang menjadi ciri khas dan identitas sukunya. Pakaian adat pengantin suku Bugis-Makassar mempunyai banyak kesamaan pada pakaian kaum pria dan wanita, perbedaannya hanya terletak pada aksesoris saja dimana oajauab adat pengantin wanita lebih banyak daripada pria. Penjelasan perlengkapan pakaian adat pengantin Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut :
    1) Saloko Pinang Goyang
    Saloko Pinang Goyang adalah salah satu bagian dari perlengkapan pakaian pengantin wanita yang merupakan aksesoris kepala pelengkap. SalokoPinang ini biasanya juga dikenal dengan Mahkota Wanita yang biasanya digunakan pada upacara adat dan sebagai identitas Etnis.
    2) Gelang/Ponto Naga
    Gelang/Ponto Naga ini merupakan aksesoris pakaian pernikahan pria dimana terbuat dari logam kuningan yang diukir menyerupai bentuk naga.
    3) Ponto/Gelang
    Ponto/ Gelang merupakan salah satu aksesoris bagi mempelai wanita dimana gelang ini terbuat dari ligam kuningan yang berventuk tabung dengan diameter 6cm.
    4) Rante/Kalung
    Rante/ Kalung juga merupakan salah satu aksesoris mempelai wanita yang tervuat dari logam kuningan.
    5) Simpolong Teppong
    Simpolong Teppong atau biasa dikenal dengan Kondek adalah aksesoris tambahan yang dikenakan oleh mempelai wanita dibagian belakamg rambutnya.
    6) Sima-Sima
    Sima- sima adalah aksesoris yang dikenakan pada bagian lengan wanita tepatmya diujung lengan bajunya. Sima-sima terbuat dari kain yang diukir dan diberi renda pada pinggirannya.
    7) Salempang
    Salempang adalah aksesoris pengantin yang dikenakan oleh mempelai wanita maupun pria. Seperti selempang pada umunya, selempang ini di taruh d bagian pundak kemudian diberi pengait d bagian pinggang atau perekat agar tertata dengan baik dan tidak mudah jatuh.
    8) Giwang/Anting-Anting
    Giwang atau Anting-anting merupakan bagian dari perlengkapan mempelai wanita yang terbuat dari logam yang kemudian dihias.
  6. Perlengkapan Nyirih atau Mangngota
    Tradisi menyirih adalah tradisi warisan budaya Indonesia yang dilakukan dengan mengunyah bahan-bahan bersirih, seperti daun sirih, pinang, gambir, tembakau, kapur, dan cengkih. Tradisi ini dilakukan dengan mengunyah sirih dan bahan lainnya hingga membuat mulut berwarna oranye kemerahan yang dianggap bagus untuk menguatkan gigi. Banyak daerah di Indonesia yang hingga kini masih mempertahankan kebiasaan tersebut. Tiap daerah menyebut istilah mengunyah sirih ini dalam bahasa daerahnya, seperti nyirih, nginang, bersisik, atau menyepah. Bagi yang pernah mengunjungi pelosok negeri Sumatra, Sulawesi, ataupun Indonesia bagian Timur, seperti Nusa Tenggara hingga Papua, pasti masih dapat ditemukan kebiasaan ini. Di Sulawesi Selatan, tradisi ini disebut dengan kegaiatan mangngota, adapun beberapa perlengkapan nyirih dikalangan suku Bugis-Makassar, yaitu;
    1) Tempat penyimpanan kapur sirih
    2) Tempat penyimpanan Gambir
    3) Tempat penyimpanan daun sirih
    4) Tempat penyimpanan tembakau
    Keempat tempat penyimpanan diatas terbuat dari logam yang diukir dan dibentuk dengan berbagai bentuk seperti lingkaran, dan lain-lain.

Writing an essay on culture can be a fascinating exploration of the beliefs and customs that define a particular group of people. However, if you do not have enough experience, it is better to seek help from professionals https://essaynow.net/ and get a quality paper in a matter of hours.

Padjoge Danseressen Te Maros

Padjoge is a dance originating from South Sulawesi, both Bugis and Makassar. During the colonial period in Maros, there was also a Padjoge dance performed in aristocratic circles by girls who came from among the common people.

Padjoge dance is a folk dance that is shown at the King’s party and also for the public. Padjoge functions as entertainment and can also benefit from material / objects because the audience can get Mappasompa (Sawer) to one of the Padjoge they like. Usually the dancers also dance alone while singing then look for their partner, then the dancer gives betel leaves to the man they choose and they will dance together.