Arsip Bulanan: Maret 2021

Katto’ Bokko, Tradisi Pesta Panen Masyarakat Maros yang Masih Dipertahankan

Museum Maros – Pesta adat Tradisi Katto Bokko saat panen raya masih dipertahankan oleh keturunan Karaeng Marusu dan masyarakat eks-wilayah pemerintahan Karaeng Marusu di Kabupaten Maros, Sulsel.

Tradisi ini merupakan simbol permulaan panen yang masih dipertahankan terdiri dari 14 tahapan yang dilaksanakan keluarga kekaraengan (kerjaaan) dan pegawai atau masyarakat.

kegiatan tradisi katto bokko ini dilaksanakan sekali setahun selain sebagai ajang silaturrahim juga menunjukkan kebersamaan tanpa ada sekat antara pihak bangsawan dan masyarakat.

Pesta Panen raya Katto Bokko tahun ini dilaksanakan selama 2 hari yaitu pada 27 dan 28 maret 202, kegiatan ini mempertemukan antara pemilik sawah, pekerja sawah dan pemuka adat untuk duduk bersama membahas masalah pertanian.

pelaksanaan tradisi ini sudah dilakukan oleh silsilah keturunan Raja Marusu ke-24. Namun setelah kemerdekaan RI tidak lagi berbentuk kerajaan, tetapi dalam bentuk Kekaraengan yang dipimpin oleh pemangku adat.

Mengenai tradisi Katto Bokko ini, pihak pemerintah biasanya juga turut andil, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat, bahkan saat ini pelaksanaan tradisi yang masih tetap terjaga ini sudah masuk menjadi kalender wisata.

Sebelum pelaksanaan Katto Bokko sendiri, para pemangku adat dan masyarakat berembuk menentukan hari pelaksanaan panen perdana secara adat. Selanjutnya, tradisi panen perdana ini akan dipimpin oleh seorang ‘pinati’ yang bertindak selaku pemimpin prosesi adat panen di lahan Kekaraengan Marusu.

Adapun padi yang dipanen yaitu jenis ‘ase banda’ ini menggunakan alat tradisional yakni anai-anai atau ‘pakkatto’ dalam bahasa masyarakat setempat.

Empat Situs Gua di Maros Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya

Museum Maros — Empat situs gua ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kabupaten Maros, dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros.

Penetapan keempat gua ini sebagai situs cagar budaya setelah melalui kajian Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Maros

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Maros, Muhammad Ferdiansyah mengatakan, ada empat gua ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

“Tahun ini ada empat gua ditetapkan sebagai cagar budaya. Gua ini merupakan upaya untuk melestarikan peninggalan budaya yang akan dimanfaatkan sebagai sarana edukasi dan pemanfaatan lainnya antara lain untuk pengembangan wisata budaya,” ungkapnya.

Lebih lanjut kata dia, penetapan cagar budaya ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Maros tentang Penetapan Cagar Budaya di wilayah Maros sebagaimana diamanatkan Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

“Jadi sampai saat ini tim TACB Maros telah melakukan kajian terhadap gua-gua yang diduga merupakan situs cagar budaya dan beberapa gua yang telah dikaji telah direkomendasikan ke Bupati untuk ditetapkan menjadi cagar budaya peringkat Kabupaten,” ungkapnya.

Lebih lanjut kata dia, penetapan cagar budaya ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Maros tentang Penetapan Cagar Budaya di wilayah Maros sebagaimana diamanatkan Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Ketua tim Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Maros, Muhammad Ramli menjelaskan, jika tahun ini ada empat gua prasejarah yang di rekomendasikan. Yang mana keempatnya itu ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

“Keempat gua yang ditetapkan sebagai cagar budaya yakni Gua Batu Karopa, Gua Lambatorang, Gua Tampuang dan Leang Panninge,” sebutnya.

Dia juga menjelaskan jika gua itu merupakan gua hunian yang sudah berlangsung lebih dari 40 ribu tahun yang lalu. sejak 2017 sampai tahun 2019 ini Disbudpar Maros menetapkan 11 situs msebagai cagar budaya.

Sumber : SINDO News

Empat Situs Gua di Maros Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya

Empat situs gua ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kabupaten Maros, dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros.

Penetapan keempat gua ini sebagai situs cagar budaya setelah melalui kajian Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Maros

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Maros, Muhammad Ferdiansyah mengatakan, ada empat gua ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

“Tahun ini ada empat gua ditetapkan sebagai cagar budaya. Gua ini merupakan upaya untuk melestarikan peninggalan budaya yang akan dimanfaatkan sebagai sarana edukasi dan pemanfaatan lainnya antara lain untuk pengembangan wisata budaya,” ungkapnya.

Lebih lanjut kata dia, penetapan cagar budaya ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Maros tentang Penetapan Cagar Budaya di wilayah Maros sebagaimana diamanatkan Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

“Jadi sampai saat ini tim TACB Maros telah melakukan kajian terhadap gua-gua yang diduga merupakan situs cagar budaya dan beberapa gua yang telah dikaji telah direkomendasikan ke Bupati untuk ditetapkan menjadi cagar budaya peringkat Kabupaten,” ungkapnya.

Lebih lanjut kata dia, penetapan cagar budaya ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Maros tentang Penetapan Cagar Budaya di wilayah Maros sebagaimana diamanatkan Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Ketua tim Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Maros, Muhammad Ramli menjelaskan, jika tahun ini ada empat gua prasejarah yang di rekomendasikan. Yang mana keempatnya itu ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

“Keempat gua yang ditetapkan sebagai cagar budaya yakni Gua Batu Karopa, Gua Lambatorang, Gua Tampuang dan Leang Panninge,” sebutnya.

Dia juga menjelaskan jika gua itu merupakan gua hunian yang sudah berlangsung lebih dari 40 ribu tahun yang lalu. Dia menambahkan sejak 2017 sampai tahun 2019 ini pihaknya menetapkan 11 situs msebagai cagar budaya.

Sumber : SINDO News

Disbudpar Maros Dukung Penuh Agenda Youth Forum BP Geopark Maros-Pangkep

MAROS – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros memberikan dukungan penuh Badan Pengelola (BP) Geopark Nasional Maros Pangkep untuk bergabung dalam Global Geopark UNESCO.

Hal itu diungkapan langsung Kepala Bidang Pariwisata Disbudpar Maros, Yusriadi Arief, dalam sambutannya pada pembukaan Workshop Geopark Youth Forum dengan tema Peran Pemuda dalam Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Geopark Maros – Pangkep di Kawasan Wisata Alam Bantimurung, Kabupaten Maros, Minggu 7 Maret 2021.

Menurutnya, percepatan terwujudnya Geopark Nasional Maros Pangkep untuk bergabung dalam Global Geopark UNESCO masuk dalm 100 hari kerja Bupati dan Wakil Kabupaten Maros pada sektor pariwisata.

“Alhamdulillah, kita melihat progres teman-teman BP Geopark Maros Pangkep sangat signifikan, kita pastinya sangat apresiasi hal itu dan pada kesempatan ini, saya juga ingin sampaikan dukungan Bapak Bupati Maros, Chaidir Syam dan ibu Wabup Suhartina Bohari dalam program 100 hari kerjanya yang memprioritaskan program Badan Pengelola Geopark Maros Pangkep,” jelasnya.

Sementara itu, General Manager (GM) BP Geopark Maros – Pangkep, Dedi Irfan mengungkapkan hadirnya Youth Forum sebagai salah satu bagian dari BP Geopark Maros-Pangkep, mereka merupakan kumpulan pemuda dan pemudi yamg akan mendukung kinerja BP Geopark Maros- Pangkep dan untuk menjadi agen perubahan.

“Peran pemuda untuk menjadi agen perubahan dalam lingkungan site yang berada di kawasan Geopark Maros Pangkep sangat diperlukan untuk menjadi generaisi penerus terkait konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat di wilayah Geopark Maros – Pangkep,” bebernya.

Dedi Irfan melanjutkan, dimana hadirnya Youth Forum Geopark Maros Pangkep juga akan saling mendukung kerja-kerja dari beberapa bagian BP Geopark Maros Pangkep seperti pengelola geosite,
pemandu geoapark, bahkan seluruh stakeholder yang berkaitan dengan Geopark Maros Pangkep.

“Anggota dari youth ini merupakan pemuda-pemudi yang dibekali pengetahuan yang berada di site geopark untuk bisa membantu badan pengelola, pemerintah dan stake holder terkait untuk sosalasai manfaat dan kehadiran geopark Maros Pangkep. Termasuk membangun rasa cinta terhadap site Geopark Maros Pangkep,” jelasnya.

Kegiatan ini juga dihadiri langsung oleh Dewan Pengarah BP Geopark Maros Pangkep, AM. Irfan AB, yang Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Disbudpar Pangkep dan Maros.

Sumber (Rakyat Sulsel)

Pameran Badik Ratusan Tahun di Maros

Museum Maros – Ratusan bilah badik pusaka dari berbagai jenis dipamerkan dalam ajang pameran bilah pusaka dan konservasi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Badik dan keris yang telah berumur ratusan tahun itu merupakan koleksi dari berbagai komunitas, mulai dari jenis badik Taeng, Luwu, Gecong, Raja, Cindakko, Dedde Baru dan Sele dikumpul jadi satu.

Pameran ini digelar di objek wisata Rammang-Rammang, Maros, Sulawesi Selatan. Ratusan badik yang dipamerkan itu berasal dari berbagai komunitas.

Berbeda dari tahun sebelumnya, kegiatan budaya ini, ikut mengusung isu konservasi alam sebagai upaya menyatukan unsur budaya dengan lingkungan hidup sebagai satu kesatuan.

“Budaya dan alam menurut kami satu kesatuan dan menjadi satu identitas. Olehnya kegiatan tahun ini kami sengaja mengusung isu konservasi di dalamnya,” kata ketua Lembaga Badik Celebes Maros, Muhammad Hatta

Selain pameran pusaka, kegiatan yang digelar selama empat hari ini, juga menghadirkan berbagai kegiatan budaya lainnya, mulai dari kirab budaya, pentas seni hingga seminar kebudayaan dan arkeologi.

Sumber : Detiknews. Com

Istana Balla Lompoa Marusu Kabupaten Maros Sulawesi Selatan

Balla Lompoa Marusu Jalan Taqwa No. 9 Kelurahan Baju Bodoa Kecamatan Maros Baru Kabupaten Maros (ist)

Balla Lompoa merupakan Istana Kerajaan Marusu sekaligus kediaman Karaeng Marusu beserta keluarganya yang merupakan bagian dari sejarah terbentuknya Kabupaten Maros. Rumah adat Balla Lompoa hingga saat ini masih mempertahankan eksistensinya sebagai warisan arsitektur Bugis Makassar dari Kerajaan Marusu yang telah berusia ratusan tahun.

Tipologi bentuk rumah kembar (Bola Kambarae) menyimbolkan kekuasaan lebih dari satu suku dan predikat Andi (Bugis) dan Daeng (Makassar). Selain itu, aktivitas adat berupa upacara ritual diantaranya  Appalili, Kattobokko, Appadendang dan Kalula masih dilaksanakan sebagai media untuk menjalin hubungan kekeluargaan dan merupakan produk budaya Kerajaan Adat Marusu.

Istana Balla Lompoa Marusu Jalan Taqwa No. 9 Kelurahan Baju Bodoa Kecamatan Maros Baru Kabupaten Maros. Secara astronomis terletak pada titik 5° 00’22.14″ LS dan 119°34’4.12″ BT, tepatnya di sebelah barat pusat Kota Maros.

Istana Balla Lompoa menempati lahan seluas 30m x 20m dengan arah hadap rumah ke utara dengan batas-batas lahan berupa pagar kawat di sisi barat, lorong selebar satu meter di sisi selatan dan timur dan jalanan di sisi utara. Kepemilikan lahan asli istana sebelumnya cukup luas karena sisi barat mencapai Kompleks Makam Kassi Kebo dan sisi timur mencapai beberapa blok rumah.

Namun seiring perkembangan waktu, lahan luas tersebut dibagi dan/atau dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, terutama keturunan keluarga istana. Rumah-rumah di sebelah barat dan timur istana masih merupakan keluarga inti. Adapun penduduk dari golongan biasa, dibebaskan memanfaatkan lahan seperti membangun rumah sendiri sebagai imbalan atas jasanya membantu keluarga istana.

Sisi kanan istana terdapat bangunan tambahan berupa baruga yang dimanfaatkan sebagai Sekretariat Lembaga Seni Budaya “Barasa” Kabupaten Maros. Bangunan ini terhubung dengan bangunan Balla Lompoa Marusu oleh sebuah “lorong” yang mengarah ke teras Balla Lompoa Marusu. Bangunan lain yang berada di dalam lahan inti Balla Lompoa adalah sebuah rumah yang terletak di sisi timur namun terpisah secara fisik dengan istana. Rumah tersebut dibangun oleh salah seorang keluarga inti istana.

Di antara kedua bangunan tersebut, terdapat sebuah sumur yang merupakan bagian atau sumber air untuk istana Balla Lompoa. Sisi barat juga terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai lumbung padi istana. Lumbung padi tersebut telah mengalami perubahan bentuk maupun bahan yang digunakan.

Ruang penyimpanan benda-benda Pusaka Kerajaan (ist)

Istana sebagai sebuah pusat kekuasaan pada masanya tentunya akan dikelilingi oleh sarana pendukung dan sumber-sumber kehidupan dalam keberlangsungan suatu pemerintahan. Objek yang masih tersisa sebagai bagian dari istana atau bangunan yang relevan dengan keberadaan dengan istana yakni, Masjid Kassi Kebo, Kompleks Makam Kassi Kebo dan sawah.

(Sumber: kemdikbud.go.id)

Lukisan Hewan Tertua Di Dunia Ditemukan Di Sulawesi Diyakini Berusi 45.500 Tahun

Arkeolog menemukan lukisan hewan tertua di dunia di dalam sebuah gua di Sulawesi, Indonesia.

Dilukis dengan pigmen merah tua dari tanah liat, gambar babi liar dengan ukuran sebenarnya itu tampaknya merupakan bagian dari sebuah adegan narasi.

Lukisan itu ditemukan di gua Leang Tedongnge, yang terletak di sebuah daerah perbukitan terpencil di Sulawesi Selatan.

Ia menjadi bukti tertua akan keberadaan permukiman manusia di wilayah tersebut.

“Orang-orang yang membuatnya sudah sangat modern, mereka seperti kita, mereka punya semua kapasitas dan alat untuk membuat lukisan apa pun yang mereka suka,” kata Maxime Aubert, salah satu penulis laporan yang diterbitkan di jurnal ilmiah Science Advances.

Sebagai spesialis penanggalan, Aubert mengidentifikasi endapan kalsit yang terbentuk di atas lukisan di Leang Tedongnge, dan menggunakan penanggalan isotop seri Uranium untuk menentukan usianya.

Ia menemukan bahwa usianya 45.500 tahun. Ini berarti prakarya tersebut setidaknya setua itu.

“Tapi bisa jadi lebih tua karena penanggalan yang kami lakukan hanya terhadap kalsit di atasnya,” imbuh Aubert.

Laporan di Science Advances mengatakan lukisan dengan panjang 136cm dan lebar 54cm itu menunjukkan seekor babi liar dengan tonjolan mirip tanduk di wajahnya, yang merupakan ciri kelompok jantan dari spesies tersebut.

Terdapat dua lukisan tangan di atas punggung si babi, yang juga tampaknya berhadapan dengan dua babi lainnya yang hanya terawetkan sebagian.

Penulis pembantu laporan tersebut, Adam Brumm, mengatakan, “Babi itu tampaknya sedang menyaksikan pertarungan atau interaksi sosial antara dua babi lainnya.”

Untuk membuat lukisan tangan, sang pelukis perlu menempatkan tangan mereka di permukaan sebelum menyemburkan pewarna ke atasnya, kata para peneliti. Mereka juga berharap dapat mengekstrak sampel DNA dari sisa air ludah.

Lukisan ini mungkin merupakan karya seni tertua yang menampilkan sosok, namun ia bukan karya seni tertua yang dibuat manusia.

Di Afrika Selatan, coret-coretan mirip tagar berusia 73.000 tahun yang lalu diyakini sebagai gambar tertua di dunia.

(Sumber : BBC INDONESIA)
(Sumber foto istimewa)

Lukisan Kayu Karya Pemuda Leang-leang : Pindahkan Relief Prasejarah ke Atas Jati

Museum MarosSeni lukis biasanya diekspresikan melalui media kanvas atau kertas. Namun tidak demikian yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di area Kawasan Wisata Taman Prasejarah Leang-leang, Kelurahan Kallabirang, Kabupaten Maros.

Pergerakan pemuda yang dimotori Muslimin ini, memilih papan kayu jati dan tripleks sebagai media lukisan relief peninggalan prasejarah yang ditemukan di gua-gua sekitar Leang-leang.

Penggerak Forum Pemuda Kreatif Sampeang (FPKS), Muslimin menjelaskan, para pemuda di kampungnya diajari cara membuat lukisan bertemakan rock art. Karena lokasi mereka berada di Taman Prasejarah Leang-leang, maka mereka mengfokuskan diri untuk melukis beberapa temuan lukisan yang terdapat di dinding gua peninggalan manusia prasejarah. Lukisan yang mereka buat tersebut dilakukan dengan cara dibakar.

Muslimin mengaku, kegiatan melukis di atas kayu jati dan tripleks ini sudah digelutinya kurang lebih setahun. Diakuinya, lukisan dengan cara dibakar menggunakan kayu dan bahan solder bakar ini bukanlah yang pertama dilakukan di Indonesia.

gambar : admin (2)


Karena pada dasarnya mereka sendiri belajar dari berbagi sumber refrensi untuk ditonton. Hanya saja, apa yang mereka lukis tersebut bisa dikatakan tidak ada samanya dengan pelukis lainnya. Karena mereka mengusung tema lukisan penemuan peradaban manusia di masa lampau.

“Yang dilukis ini rock art sebuah gambar yang menyerupai Kawasan wisata prasejarah, makanya kita fokus dengan yang berbau rok art atau lukisan dinding gua. Awal mulanya sy terinspirasi dari berbagai lukisan yang d dinding gua prasejarah leang leang yang berusia ribuan tahun. Selain itu, keresahan teman-teman yang sering berkumpul yang ingin membuat sesuatu yang berkarya. Apalagi di masa pandemi ini, sama sekali tidak ada pemasukan. Makanya mereka belajar dengan cara otodidak untuk membuat lukisan bakar ini. Mereka yang berada di perkumpulan FPKS ini berjumlah sekitar 10 orang. Mereka mulai berkreasi membuat lukisan. Kami fokuskna di lukisan prasejarah yang berasal dari masa lampau,” jelasnya.

Muslimin mengatakan, untuk sebuah lukisan bakar dengan ukuran 30cm×20cm mampu diselesaikan dalam dua hari. Itu sudah termasuk membingkai lukisan dan siap dikirim ke tempat orang yang memasannya. “Kalau diseriusi, setiap lukisan itu bisa dikerjakan dalam dua hari saja sampai selesai. Termasuk membingkainya,” jelasnya.



Meski terbilang rumit dalam pengerjaannya, bukan berarti mereka mematok harga tinggi untuk sebuah lukisan bakar tersebut. Muslimin mengaku satu buah lukisan itu dihargai sekitar Rp150 ribu. Sementara itu, selama masa pandemi ini, mereka terpaksa hanya bisa mempromosikan lukisan bakarnya melalui sosial media. Pasalnya sejak awal pandemi, Taman Wisata Prasejarah Leang-leang belum dibuka untuk umum.

“Kedepannya kami berencana akan membuka galeri art di Taman Prasejarah Leang-leang. Namun karena adanya pandemi, jadi kami hanya bisa mempromosikan melalui sosial media,” jelasnya.

Sementara itu salah satu pecinta seni lukis Bakar, Alfi mengaku sangat menyukai hasil lukisan tersebut. Bahkan kesamaan lukisan tangan manusia purba di gua Leang-leang memiliki kesamaan dengan lukisan tersebut. Itulah yang membuat dirinya tertarik membeli salah satu lukisan yang dibuat pemuda Leang-leang.

Sumber : (Sindo)